padamu aku pernah menafsir mimpi, menjadikan awan-awan di langit sebagai pijakanku mengitari bumi, menembus batas ruang dimana nyata dan maya seakan telah bersenyawa, menyatu dalam duniaku yang penuh dengan semburat warna, cinta...

bagiku engkau adalah debar yang membuat dinding hatiku selalu bergetar, dalam setiap jeda nafas aroma cintamu datang menerabas, menstimulasi rongga peparuku untuk berirama kian laju, hingga bergeloralah kembali serpihan asa yang sempat terbelenggu di ruang rasa

bagaimana sanggup aku membenci malam yang dingin dan sunyi, sementara dengan selubung sepinya ia selalu mengajakku bermain menembus batas imaji, mengejawantahkan ribuan draft yang terbengkalai dalam selasar ruang memori, lalu menyajikannya dalam barisan kata sederhana yang kusebut dengan puisi

''kita hanyalah sebuah lembaran kisah usang, yang telah jatuh dari genggaman tangan bimbang, tak perlu kita menangisi, terlebih lagi meratapinya tanpa henti, karena ini adalah sebagian kecil perjanjian rahasia kita dengan Tuhan, jauh sebelum nafas ini berhembus dalam raga yang begitu rentan''

Cinta Kasih

ingin kubelah samudera dalam hatimu dengan panah cinta yang ku ukir dari segenap harap serta ketulusan kasih sayangku, hingga engkau pun tahu bahwa akulah sang cinta sejatimu yang akan memberi damai dalam setiap jengkal langkah hidupmu

ketika pintu hati telah tertutup, sayap-sayap cintapun perlahan mulai mengatup, mengunci rapat segala asa yang sempat bertahta, menanggalkan keindahan rasa yang melekat dalam dada

andai saja diriku ini seorang pujangga, akan ku rangkai jutaan kata yang penuh makna, simbol kekagumanku padanya akan nama sebuah cinta, menjadi jutaan sajak yang begitu indah mempesona meskipun hanya lewat barisan kalimat lugas dan sederhana

mari bersama-sama kita menimbang rindu, neracanya adalah kenangan antara engkau dan aku

tak ada yang lebih romantis dari gerimis di bulan juni, sebuah kecupan manis dari langit kepada bumi, diciptakannya tujuh lapis garis warna pelangi, sebagai tanda bahwa langit masih begitu peduli