August 22, 2012

aku tersudut dalam keheningan malam, diantara detik waktu yang kudekap erat, senyap kurasakan mengalir diselubung kelam, mengapit bulan separuh purnama hingga pagi menjelang

August 21, 2012

kadang aku ingin menjadi udara, agar dapat membelaimu kapan saja, kadang akupun ingin menjadi tanah, agar selalu bersamamu kemanapun kakimu akan melangkah

August 18, 2012

dan lihatlah senja di angkasa masih terus tertawa dengan angkuhnya, mengamati serta mencari letak dimana anak manusia menyelipkan makna, dari berjuta aksara yang hilir mudik melintasi lini masa, terselubung oleh pekatnya jalinan asa yang tak kasat oleh mata, berkelana tanpa pernah tahu dimana ia akan bermuara, tak seperti dirinya yang terus saja di nanti oleh belahan bumi lainnya

August 14, 2012

CINTA

kita hadir di dunia lewat benih-benih cinta, tumbuh dan berkembang atas perpanjangan tangan cinta, dan lewat pesona cinta kita mampu memahami arti sebuah kehidupan yang berwarna, tanpa cinta kita hanyalah hampa

August 11, 2012

bagai samudera yang bergejolak dengan gelombang pasangnya, saat purnama mulai bertahta di angkasa, seperti itulah rasa rindu yang menghuni ruang dalam dada, berlompatan kesana-kemari tanpa pernah berhenti untuk bergelora

August 8, 2012

seperti rintik gerimis di penghujung senja, ia datang menyirami kuncup bunga di taman hati, namun belumlah sempat sang kuncup memekarkan kelopaknya, ia telah pergi di telan oleh gelapnya hari, meninggalkan sisa-sisa asa yang masih terlampau dahaga, tanpa pernah tahu kapan ia akan kembali lagi

August 6, 2012

kadang cinta itu seperti metamorforsis ulat menjadi kupu-kupu, butuh perjuangan dan usaha yang ekstra keras, bahkan tirakat yang begitu luar biasa sebelum dirinya menjadi wujud yang begitu indah meskipun hanya mampu bertahan dalam hitungan hari, lalu mati

August 3, 2012

bukankah kita pernah bermain pada labirin rasa yang sama, saling menerka-nerka hati yang kerap kali menyimpan berjuta misteri, kini aku mencoba melangkah dan tak lagi menuntut jawab dari segala tanya, sementara engkau masih terlalu sibuk mengurai asa yang terlanjur menjadi belukar penuh duri, sembari terus mengusap wajah manismu yang mulai penuh dengan tetesan air mata